Menang di MA, Korban Condotel Sahid Tuntut Keadilan Nyata: Janji Manis Investasi Berujung Derita
Jakarta, BintangSave.com – Ketua Tim Pengacara,
Singap Albert Panjaitan, SH. MH bersama PM. Karl Sibarani dan tim hukumnya, menunjukkan ketegasan dan konsistensi dalam membela hak-hak para pembeli unit Condotel Sahid. Setelah lebih dari satu dekade menghadapi ketidakpastian hukum dan kerugian finansial, perjuangan panjang para korban akhirnya membuahkan hasil. Mahkamah Agung Republik Indonesia mengabulkan gugatan mereka dan memberikan harapan baru di tengah kekecewaan mendalam terhadap janji investasi yang tak ditepati.
Kasus ini menjadi bukti bahwa perjuangan rakyat kecil, seperti semut melawan gajah, bisa menang jika negara hadir dan hukum ditegakkan secara adil.
"Semut Menang Melawan Gajah di Mahkamah Agung RI: Condotel Sahid Gagal Sejahterakan Pembeli, Negara Harus Hadir!"
Sebanyak 19 orang pembeli unit Condotel yang dikelola oleh PT. Koba Pangestu dan PT. Sahid International Hotel Management & Consultant menyatakan diri sebagai korban investasi properti. Mereka tergiur oleh tawaran imbal hasil tetap atau Return of Investment (ROI) yang dijanjikan sebesar Rp9 juta per bulan dari pembelian unit Condotel yang berlokasi di Babarsari, Sleman, Yogyakarta.
Promosi yang disampaikan oleh PT. Sahid Inti Dinamika—anak usaha Sahid Group yang berperan sebagai pengelola—menjanjikan legalitas yang aman dan tanah bebas sengketa. Namun, janji manis tersebut tak pernah menjadi kenyataan. Berikut beberapa pelanggaran yang dialami para pembeli:
1. 12 Tahun Tanpa Akta Jual Beli (AJB)
Sejak pembayaran lunas dilakukan pada 2013, para pembeli tak kunjung menerima Akta Jual Beli. Alasan yang diberikan pun tak logis, seperti “sertifikat masih dalam proses pertelaan”.
2. ROI Tak Sesuai Janji
Imbal hasil baru dibayarkan pada 2018, itupun sangat kecil—hanya sekitar Rp7 juta hingga Rp8 juta per tahun, bukan per bulan seperti dijanjikan. Alasan pandemi COVID-19 yang digunakan sebagai dalih keterlambatan juga tidak relevan, mengingat pandemi baru terjadi tujuh tahun setelah pembelian dilakukan.
3. Sertifikat Tanah Tak Pernah Diperlihatkan
Hingga saat ini, tidak satu pun dari para pembeli yang pernah ditunjukkan bukti kepemilikan atau sertifikat atas tanah tempat berdirinya Condotel tersebut.
4. PPJB Sarat Klausul Sepihak
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang diberikan setelah pelunasan memuat banyak pasal bermasalah, seperti tidak adanya batas waktu pengurusan AJB, serta larangan pembeli mengungkapkan persoalan hukum ke publik. Perjanjian ini disusun secara sepihak dan sangat merugikan konsumen.
Investasi yang awalnya diyakini sebagai solusi finansial masa pensiun justru menjadi sumber penderitaan. Negara melalui aparat penegak hukum dan kementerian teknis terkait diharapkan segera hadir memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada rakyat dari praktik-praktik investasi properti yang menyesatkan.
Meskipun Mahkamah Agung telah memberikan secercah harapan melalui putusan yang memenangkan para korban, perjuangan belum selesai. Keadilan sejati hanya akan terwujud jika ada pengawalan dalam pelaksanaan putusan serta penegakan hukum yang menyeluruh.
Apakah usaha Condotel cocok diterapkan di Indonesia?
Jika tanpa pengawasan ketat dan penegakan hukum yang adil, jawabannya jelas: TIDAK. (TS)
0 Komen